Lekas Pulih Ibu Pertiwi

Sejauh ini, setidaknya sudah 55 orang meninggal di negeri Ibu Pertiwi. Bahkan lebih, jika dihitung tidak hanya korban karena kasus Covid-19 saja. Pertanyaannya, sejauh mana Indonesia, terutama Aceh yang mengaku punya keistimewaan sendiri akan kesiapan dalam menghadapi darurat seperti ini.

Bukan negeriku kalau tidak ada pemeran antagonisnya. Banyak oknum-oknum yang memanfaatkan momen ini untuk mencari keuntungan pribadinya. Semisal penimbunan barang, mafia-mafia, dan berita hoaks. Dampaknya, sekarang masker langka, kepanikan publik, dan kurangnya kebutuhan lain.

Bahkan di media sosial sekalipun, Omnibus Law mengalahkan Covid-19. Sebuah tanda tanya besar dengan apa yang terjadi di negeri ini.

Memang harapan semua orang, agar wakil rakyat tidak menjadi mafia, tidak mengambil kesempatan dalam mengesahkan RUU di dalam kegentingan negeri.

Rupiah terus memburuk, begitu juga negeri ini. Belum lagi bicara persoalan rumah sakit yang kekurangan fasilitas. Tapi tak sedikit juga yang menjadikan tempat itu sebagai ladang bisnis.

Belum cukup sampai di situ. Dunia pendidikan juga kena imbasnya. Sistem belajar yang harus diubah jadi daring (online), beberapa ujian yang akhirnya ditiadakan padahal sudah dipersiapkan, tertundanya Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan masih banyak hal lainnya.

Lalu, efektifkah sistem seperti ini dalam pelaksanaannya?

Presiden, Gubernur, bahkan hingga Rektor pun sudah mencoba dengan surat edarannya masing-masing demi pencegahan virus mematikan ini. Lagi-lagi, yang diharapkan adalah agar himbauan itu tidak hanya tinta di atas kertas. Yang paling penting, semoga kedunguan kita tidak makin bertambah.

Lagi-lagi, berbicara virus mematikan ini. Masih banyak saja orang yang merasa dirinya kebal. Seolah tidak cukup denga China, IItalia sebagai contoh, betapa ganasnya virus ini.

Seakan menantang diri, atau apakah perlu menguji ke tubuh masing-masing hingga sadar bagaimana mengerikannya virus tersebut. Atau, mungkin karena sudah terlalu biasa menghadapi hal-hal mengerikan di negeri ini, hingga virus tak lagi jadi monster menakutkan.

Setidaknya, 14 hari lebih virus ini bertamu di Indonesia. Padahal, dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori, bahwa adab bertamu tidak boleh lebih dari 3 hari. Memang virus ini tidak punya adab, atau mungkin pemerintah yang tidak tegas dalam menerima tamu. Seharusnya virus ini sudah pergi.

Terlepas daripada itu semua, ayo kita bangkit! Mari kita sebagai mahasiswa, dan rakyat bersatu untuk membantu negeri ini menghadapi ratusan persoalan yang terjadi. Covid-19 hanya menjadi salah satu di antara angka tersebut. Mari lawan mafia-mafia, mari lawan hoaks, dan tentunya mari kita lawan Covid-19 demi negeri yang lebih baik ke depannya.

Reza Hendra Putra, Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry

*Reza Hendra Putra, Penulis merupakan mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah, sekaligus Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry.

Editor: Cut Salma H.A