Jeritan Pilu

Oleh : Nita  Juniarti

“Hai selamat ya, atas penghargaan true history nya! Prestasi kamu benar-benar keren” ujar lelaki itu. Dia berjalan menghampiri wanita jangkung itu, menjejarinya. Tak terlampau memalukan meski terlihat seperti angka sepuluh saat berjalan bedua, bagaimana tidak, lelaki itu sungguh tambun sedangkan wanita itu jangkung dan semampai.

Melihat sosok lelaki itu, sejenak sang wanita tertegun, ada aura yang begitu membuatnya berjaga-jaga untuk tidak mendekat dengan sosok tambun itu. Bahkan parfum yang di pakai lelaki itu tidak juga membuatnya lupa dengan kebiasaan tempo dulu. Wanita itu ingat betul harum tubuh lelaki itu telah membuatnya rindu setengah mampus jika tidak menatap lelaki itu barang sehari meski melihat bayangannya di lukisan awan.

Ahhh, semaunya telah berlalu, desah  Wanita jangkung yang bernama Syifa itu  dalam hati.

Ya, wanita itu bernama Syifa lengkapnya Miftahul Syifa. Picik sekali rasanya jika sekarang Ia masih membayangkan bahwa wajah itu akan di tatapnya selama matahari masih bersinar, sia-sia rasanya bahkan ketika Ia meraih gelar sarjana Humaniora masih berharap lelaki itu datang melamarnya dan melengkapi mimpi-mimpi indahnya, dulu. Lelaki itu, Risqi Juanda, S.H.

“ahh,, biasa saja! Itu kan teman-teman di wartawan yang iseng mengutip sensasi, jangan terlalu lebay”

“masih seperti yang dulu, penuh dengan teka-teki dan perendahan diri”

“ahh,, udahlah lupakan saja”

“seleb loh sekarang, boleh minta tanda tangan? Di mana-mana kamu di bicarakan loh Syif, termaksud di lembaga hukum”

“Oya, aku baru tau”

Lalu semuanya diam. Lelaki itu sekarang sudah menikah dengan seorang perawat, katanya bosan jika harus bertemu dengan orang sosial terus maka Ia memutuskan untuk mencari yang berasal dari jurusan IPA. Dan kejadian tetang hubungan mereka jauh sebelum Syifa menjadi lulusan terbaik Leiden, jauh sebelum Ia melanjutkan gelar Masternya di Leiden, jauh sebelum Ia berkeliling dunia dengan profesi penulisnya dan jauh sebelum gelar master of true history di berikan padanya, jauh sebelum Ia berumur dua puluh tujuh tahun sekarang dan belum menikah.

 

Risqi adalah orang yang dulu pernah tinggal di hatinya dan membuat Ia berjuang demi pendidikan yang lebih baik dan berjanji akan terus bersama hingga menunggunya menyelesaikan studi di negeri Belanda lalu menikah dan mempunyai keluarga kecil. Namun, yang terjadi adalah lelaki itu menghianati janjinya, lelaki itu menikah dengan Elvina, gadis Langsa tamatan dari Akper(akademi keperawatan) Tjut Nyak dien Langsa yang sekarang bekerja sebagai apoteker karena dulu Ia berasal dari jurusan PSIK, walimah yang di langsungkan begitu selesai kuliah meraih gelar SH nya.

 

Ketika pernikahan tersebut berlangsung, wanita itu hanya mampu menangis hingga berbulan-bulan lamanya dan saat Ia berusaha sadar dari kekeliruannya, Ia belajar dengan gigih dan memperoleh biaya siswa di Leiden untuk gelar Master, ia menyibukkan diri dengan segalanya bahkan nyaris lupa bahwa Ia harus menikah dan punya keluarga.

“oh ya, di seminar umum besok tentang kebijakan hukum di masa lalu, kamu ya yang jadi pematerinya? Wah apa ya rasanya menjadi pemateri untuk semua pengacara, dosen dan orang keren lainya. Apa pula rasanya di beri ceramah oleh mantan kekasih yang dulu selalu kita beri ceramah?” celoteh lelaki itu riang

‘mantan pacar? Mungkin bukan sekedar itu tapi mereka memang sudah bertunangan, hanya saja entah mengapa Risqi memutuskan untuk pergi dan menikah dengan Elvina, hal ini membuat syifa benar-benar patah hati.

“Kau tahu, aku melalui minggu-minggu menyedihkan itu. Dan yang lebih membuat semuanya terasa menyedihkan, aku tidak pernah mengerti mengapa kau pergi. Sesungguhnya aku tidak pernah yakin atas segalanya, aku tidak pernah baik-baik saja. Enam bulan berlalu, hanya berkutat mengenangmu. Mendendang lagu-lagu patah-hati, membaca buku-buku patah-hati. Hidupku jalan di tempat.” Batin syifa

“ehm,, ya terserah yang merasa lah” ujar Syifa

“pasti bahagia mungkin sama saat kita masih bersama dulu, benar begitu?”

“tidak juga, karena sekarang kau sudah punya istri,. Jadi, apa kau bahagia dengan istrimu?”

“tentu saja Syifa, aku sangat bahagia”  ujarnya

Syifa sejenak merasa muak dengan sosok yang ada di hadapannya seolah apa yang Ia lakukan terhadap Syifa bukan sebuah penghianatan, padahal semestinya semua itu adalah sebuah dosa yang tidak terampuni.

“kapan kau akan menikah Syifa?”

“secepatnya”

“siapakah gerangan lelaki yang telah mengalahkan rasa cintamu kepadaku?”

“seseorang yang tentu saja sangat special dan di utus oleh Tuhan untuk yang terbaik, yang sangat ideal mungkin denganku” ujar Syifa merasa menang

“seorang dokter?’

“iya, tapi bukan dokter Ia seorang Doktor tamatan prancis dan Dia seorang Akademisi, Dosen juga seorang penulis yang professional beberapa bukunya tentang kesehatan telah di terjemahkan kedalam tiga bahasa” lagi-lagi Syifa merasa di atas “angin” dengan penjelasannya sendiri.

“kenapa bukan Orang Sejarah?”

“karena Aku tidak mau ada saingan hehehe”

“dasar, berapa umurnya?”

“aku bukan matematikawan Risqi, jadi Aku tidak tau persis Ia kelahiran 1988”

“lumayan, masih muda ya”

“ya, begitu lah”

“jangan lupa mengundang ya?”

Patah hati mungkin sifatnya universal bagi orang yang membiarkan dirinya terkena musibah ini, dan tidak usah gengsi menghadapinya cukup dengan sepotong hati yang baru sebab sepotong lainnya sudah kehilangan kemurniannya sebab selalu di sakiti oleh cinta dari lelaki picisan yang di hadapannya, Risqi.

“tentu saja” Syifa mengangguk santun.

Syifa mendengar jerit dari hatinya, yah jerit yang dulu pilu kini berubah nada menjadi bahagia. Ahh,, jerit ternyata sama seperti air mata. Bila seseorang merasa sangat sedih dan terluka maka Ia akan menangis dan apabila saat Ia merasa sangat bahagia yang tidak terkira maka Ia juga akan menagis, begitu juga dengan jerit karena jerit akan terjadi bila engkau merasa sangat sedih dan tidak mampu lagi menahan apa yang ada dalam hatinya dan Ia akan menjerit kegirangan saat kebahagian menghampirinya. Dan Syifa sangat percaya kali ini jeritnya adalah jerit jenis kedua, yah lusa Ia akan menikah dengan Lizar dalam jerit bahagia, insya Allah.

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam

 

 

 

 

 

3 thoughts on “Jeritan Pilu

Comments are closed.