Dampak Buruk Demokrasi dan HAM

Oleh: Fahkrur Radhi

Dalam era modernisasi saat ini sering sekali kita mendengarkan istilah demokrasi dan Hak Asasi Manusia, apalagi bila kita melihat media-media internasional yang berkiblat ke Eropa dan Amerika selalu saja membangun paradigma berpikir tentang HAM dan demokrasi seakan-akan kedua hal ini adalah Tuhan bagi setiap manusia.

Abraham Lincoln, mantan Presiden Amerika Serikat yang mengatakan bahwa demokrasi itu adalah “suatu pemerintahan dari rakyat oleh rakyat, dan untuk rakyat” (the government from the people, by the people and for the people). Sedangkan Kata “Demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dinyatakan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Secara teoritis kita melihat HAM dan Demokrasi merupakan suatu hal yang sangat positif karena disatu sisi HAM dan demokrasi dapat mengakomodir hak dari setiap individu tanpa melihat agama, ras, suku dan bangsa. Namun apabila dilihat dalam perjalanannya selama ini HAM dan demokrasi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam menciptakan keonaran di muka bumi, lihat saja bagaimana Pemilu atau Pilkada mampu menciptakan permusuhan dan perselisihan yang ada di masyarakat atau lihat saja ketika hukum rajam dan potong tangan secara syariat islam dapat dipatahkan oleh Barat melalui senjata HAM yang mereka miliki.

Seperti ada sebuah skenario yang mulai terkuak ke permukaan mengenai HAM dan demokrasi, bahkan mantan menlu AS condoliza rice menyatakan akan menyebarkan demokrasi dan HAM ke seluruh dunia, bukan tidak mungkin kedua hal ini dibuat untuk melemahkan negara-negara di dunia sehingga status mereka sebagai negara adidaya akan tetap abadi, lihat saja bagaimana kedua hal ini juga yang menjadi alasan Ameika dan sekutunya untuk memerangi Afghanistan, Libia dan Irak.  Contoh paling dekat juga bisa kita lihat ketika pelaksanaan pesta demokrasi dalam ajang pemilihan kepala daerah Aceh tahun 2012, bagaiamana masyarakat aceh bisa terpecah belahkan bahkan saling bunuh membunuh.

Bila kita melihat lebih jauh mengenai demokrasi ada sebuah pesan yang hendak disampaikan yaitu demokrasi mengajarkan persaingan diantara manusia, itu jelas terlihat pada hal-hal yang berbau demokratis karena demokrasi selalu menekankan hak individu tanpa melihat batas-batasan baik atau buruk sama halnya dengan HAM yang mencoba menjaga hak-hak individu manusia dengan menyisihkan KAM (Kewajiban Azasi Manusia) dan tanpa melihat fitrah serta kodrat manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mempunmyai kewajiban dalam menjalankan kehidupan di atas muka bumi.

Contoh-contoh kecil dari hasil yang telah dicapai dari proses demokrasi dan menjunjung HAM di Indonesia:

  • Pemilihan umum dan Pilkada yang menciptakan persengketaan dan persaingan di masyarakat
  • Pemborosan anggaran dalam proses pesta demokrasi, contohnya pilkada aceh tahun 2012 yang mencapai 202 miliar rupiah dan Pemilu 2009 menghabiskan dana 47,9 Triliyun.
  • Pembentukan partai polotik lokal di aceh yang mengakibatkan konflik dan perpecahan di masyarakat aceh
  • Penolakan terhadap disahkannya qanun jinayah dengan alasan pelanggaran HAM
  • Pro dan kontra mengenai UU Pornografi dan Pornoaksi diakibatkan penilaian dari sisi HAM
  • Dilegalkannya proses prostitusi melalui adanya tempat-tempat tertentu yang diperbolehkan melakukan hal tersebut
  • Lahirnya berbagai media yang menhancurkan tatanan sosial yang bermartabat dengan dimuatnya berita-berita dan informasi yang tidak layak dibaca oleh seluruh kalangan.
  • Dilarangnya pernikahan usia dini dengan alasan HAM, padahal dalam islam menganjurkan pernikahan ketika seseorang telah masuk pada usia baligh.

Sejatinya tidak ada yang salah dengan HAM, namun dalam proses pelaksanaanya yang telah memisahkan tugas pokok manusia sebagai budaknya Tuhan di muka bumi, di situlah terdapat problematika, ketika HAM berada di atas segala-galanya dan menafikan hukum Tuhan. Berbicara mengenai Hak tentunya Kewajiban tidak bisa dilupakan, karena kewajiban manusia adalah menjalankan perintah dari Allah SWT bukan hanya menuntut hak.

Tahun 2004 merupakan langkah awal di Indonesia dalam menerapkan pemilihan  langsung baik itu pemilihan Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati, bahkan sampai pada pemilihan ketua suatu organisasi pun memakai prinsip pemilihan secara langsung. Di atas permukaan tidak ada yang salah dengan pemilihan langsung, dimana setiap orang diberi hak pilih untuk menentukan siapakah yang mereka inginkan untuk menjadi pemimpin dalam jangka waktu tertentu.

Fauzan Al Anshari, pada taklim bulanan Radio Dakta, dengan thema  Etika pejabat, antara melayani dan dilayani. Acara yang dihadiri ratusan ummat Islam dari berbagai tempat di Bekasi itu  berlangsung  Ahad (26/2/12), di Grya Agussalim  77,  Bekasi Timur. Mengungkapkan bahwa  pemilihan langsung Presiden ala demokrasi yang menggunakan aturan main one man one vote,  menjadikan suara seorang ulama disamakan dengan suara seorang pelacur atau koruptor. Artinya kalau pemilihya lebih banyak  koruptor, maka yang akan menang adalah koruptor. Kalau yang memilih itu lebih banyak pelacur maka pemimpin yang terpilih adalah orang yang pro pelacuran.  Itulah kelemahan pemilihan berdasarkan sistem demokrasi seperti yang dianut di Indonesia. Oleh karena itu jangan berharap akan ada pemimpin yang beriman di Indonesia karena sistem pemilihannya tidak mengakomodirnya. “Sistim yang dapat melahirkan pemimpin yang beriman dan mau menegakan syariat Islam adalah sistem pemilihan berdasarkan  aturan dalam Islam.

Ketika kehdupan telah melawan dari kodrat kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka keonaran dan mala petaka tak akan pernah jauh dari kehdiupan ini, sejarah telah mencatat bagaimana fir’aun dihancurkan atau qarun yang ditenggelamkan dan kaum nabi Luth As yang dibenamkan ke bumi, demokrasi bukan sistem yang berasal dari tuntunan kebenaran namun hanya pemikiran manusia yang telah terpedaya untuk membenarkannya, dalam Al-Quran Surat Asy-Syura ayat 38 Allah telah mengajarkan kita

  “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.”

Dalam sejarah Islam dikenal berbagai mekanisme penetapan kepala negara namun sejatinya Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sai’dah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam.

pada masa Khulafaur Rasyidin; Abu Bakar ditetapkan berdasarkan pemilihan dengan musyawara terbuka, Umar ibn Khattab ditetapkan berdasarkan penunjukan kepala negara terdahulunya, Usman ibn Affan ditetapkan berdasarkan pemilihan dalam suatu dewan formatur, dan Ali ibn Abi Thalib ditetapkan berdasarkan pemilihan musyawarah dalam pertemuan terbuka.

Sudah saatnya umat muslim sedunia, indonesia umumnya dan aceh khususnya yang memiliki otoritas khusus untuk menerapkan sistem yang berkiblat ke timur bukan lagi barat, bukankah Islam telah membuktikan sistemnya sehingga sepertiga dunia pernah berada dalam masa kejayaan dan kesejahteraan sebelum dihancurkan oleh tirani yang sistemnya saat ini kita agungkan dan kita terapkan Rasulluah bersabda: Hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah khulafa’ ar rosyidin yang mendapat petunjuk, pegang teguhlah ia dan gigitlah ia dengan gigi geraham … ( HR. Abu Daud). Dan Allah SWT berfirman  dalam Surat Al-Ahzab: 36: “Dan tidaklah patut laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata.”.

 Penulis adalah mahasiswa Tadris English Fakultas Tarbiyah Presiden Mahasiswa IAIN Ar-Raniry Banda Aceh