Nisan Kuno Diantara Bakau

Sumberpost.com | Banda Aceh – “Ini makam semua,” kata Adiyan Yahya menunjuk ke hutan bakau (manggrove). Kami melihat-lihat mencari makam yang dimaksud. “Coba lihat di sana,” ujarnya lagi.

Dibalik barisan pohon bakau, tampak satu nisan kuno. Kami melihatnya dari celah-celah daun dan batang bakau. Adiyan kemudian menunjuk lagi beberapa nisan kuno yang tampak diantara pohon bakau di Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh.

Nisan kuno yang berada diantara pohon bakau itu terletak tak jauh dari makam Tuan Di Kandang. Menurut Adiyan yang juga Tuha Peut Gampong Pande itu, nisan kuno yang belum dipugar itu merupakan makamnya para keturunan raja dan ulama pada masa Kerajaraan Aceh Darussalam.

Kendati demikian, nisan-nisan kuno itu dibiarkan begitu saja, berada diantara bakau, lumpur, dan genangan air. Adiyan sudah meminta agar nisan-nisan kuno yang berada di hutan bakau itu agar dipugar sebagai bukti sejarah. Namun pemerintah hingga kini belum menunjukkan respon positif terkait hal itu.

Saya dan puluhan peserta kegiatan Wet-wet Gampong kemudian berjalan ke arah Komplek Makam Putroe Ijo. Sebelum berbelok ke arah komplek makam, kami melihat nisan kuno yang berada tepat ditengah sungai kecil.

“Saya terkadang menangis melihat batu (nisan kuno) tergeletak tak ada yang peduli,” ucap Adiyan sambil menatap nisan kuno. Ia lalu meminta kepada peserta Wet-wet Gampong untuk membuat proposal kepada pemerintah meminta nisan kuno yang belum dipugar agar segera dipedulikan.

Di kawasan nisan kuno dan bakau inilah warga Gampong Pande pada November 2013 lalu menemukan pedang VOC dan logam mulia masa kerajaan Aceh Darussalam. Pedang itu lalu disimpan di Kantor Geuchik Gampong Pande.

Gampong Pande sebagai cikal bakal Kerajaan Aceh Darussalam dinilai berpotensi menjadi daerah wisata sejarah. Setidaknya, ada tiga komplek makam yang sudah dipugar Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) dan dijadikan lokasi wisata di Gampong Pande, yaitu Komplek Makam Tuan di Kandang, Putro Ijo, dan Makam Raja-Raja Gampong Pande.

Adiyan berharap, ada lembaga pemerintah atau non pemerintah yang segera memugar nisan-nisan kuno yang tidak terawat di Gampong Pande. Ia yakin, dalam nisan-nisan kuno itu beristirahat keturunan raja atau ulama.

“Tidak mungkin ada ukiran arab di nisan biasa,” ujarnya.

Untuk diketahui, kegiatan Wet-wet Gampong bertujuan untuk bertukar pengetahuan antar warga yang dikelola oleh penggerak urbanisme warga di Banda Aceh. Kegiatan tersebut diadakan sebulan sekali dengan mengunjungi gampong-gampong di Banda Aceh.

“Tujuannya juga untuk belajar dan mendokumentasikan bersama potensi, produk, budaya, dan kearifan lokal di gampong yang di tuju,” kata Ryan salah satu panitia kegiatan. []

Abd Hadi F