Sulaiman, Satpam Bergelar Doktor

Sumberpost.com | Banda Aceh – Berakit-berakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit- sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Mungkin pepatah inilah yang cocok untuk menggambarkan sosok satpam ini, menempuh pendidikan hingga doktoral.

Ia adalah Sulaiman, mengawali hijrahnya dari kampung halaman dan mengadu peruntungan ke Kota Banda Aceh, setelah mengetahui dirinya lulus sebagai mahasiswa Strata 1 Jurusan Pendidikan Bahasa Arab di UIN Ar-Raniry (dulu IAIN Ar-Raniry).

Lelaki yang murah senyum serta berperawakan tubuh tinggi ini mempunyai kulit sawo matang. Ia berasal dari keluarga kurang mampu. Nasib itu tak sedikit pun menyudutkan niatnya untuk meninggalkan dunia pendidikan. Ia sadar betul bahwa tak selamanya bisa bertumpu pada perekonomian keluarga.

Semangat dan tekadnya yang kuat mampu mendorong dirinya melakukan perubahan. Bermodalkan uang Rp. 300 ribu yang ia pinjam dari kakaknya, Sulaiman berangkat dari Meureudu ke Banda Aceh pada 2003.

Ia menyebut perantauannya ke Banda Aceh sebagai “Cet langet ngon ujong sadep”, bisa di artikan cita-cita besar tapi modal tidak ada.

Untuk bertahan hidup di Banda Aceh, ia bekerja sebagai buruh lepas, kadang kala bekerja bangunan dan juga berjualan di Pasar Aceh.

Di kampus, ia juga aktif di Unit Kegiatan Khusus Resimen Mahasiswa (Menwa) UIN Ar-Raniry pada tahun 2005. Pada semester V Sulaiman diamanahkan menjabat sebagai wakil komandan satuan mahasiswa Menwa UIN Ar-Raniry.

Usai bencana tsunami yang menerjang Aceh pada 2004, kampus Ar-Raniry memerlukan banyak satpam karena pagar-pagar hancur. Kala itu Sulaiman mendaftarkan diri, dan ia di terima sebagai satpam.

Sejak awal kuliah, Sulaiman membiayai sendiri SPP dan biaya kuliah lainnya dengan upah hasil kerja. Sulaiman menyelesaikan Strata I pada September 2007. Setahun kemudian, ia melanjutkan program magister di Pascasarjana UIN Ar-Raniry.

Semua biaya kuliahnya ditanggung pascasarjana. ”Saya berpikir untuk memanfaatkan waktu saja untuk magister,” ucap Sulaiman ketika ditemui beberapa waktu lalu.

Saat itu, Sulaiman tidak hanya aktif sebagai satpam kampus saja, tetapi ia juga diminta menjadi asisten dosen di Fakultas Tarbiyah. Sulaiman tak merasa risih sedikitpun saat mengajar mahasiswa karena statusnya sebagai satpam di UIN Ar-Raniry.

Ia ingin menunjukkan kepada mahasiswanya, pendidikan tidak harus dibatasi dengan status apapun.

Dukungan dari kelurga dan teman-teman satpam membuat Sulaiman semakin tak patah arang menyelesaikan program magisternya pada 2010. “Kawan-kawan saya sangat kooperatif” ujar pria asal Pidie ini.

Selagi Sulaiman berjuang dalam dunia pendidikan dan menjadi petugas keamanan, Sulaiman dipertemukan dengan Jabailah. Dari pernikahan Sulaiman dan Jabaliah, mereka di anugrahi dua anak, yaitu Nuruzzahri (6 tahun) dan Aisha Syakira Sulaiman (2 tahun). Mereka bersama keluarganya tinggal di perumahan dosen UIN Ar-Raniry di Desa Cot Yang, sejak tahun 2011.

Usai menamatkan program magister, Sulaiman tak langsung menyudahi perjuangannya untuk pendidikan tinggi. Dengan meminjam uang Rp. 10 juta pada temannya, ayah dua anak ini melanjutkan program doktoral di Pascasarjana UIN Ar-Raniry pada 2011.

Gelar doktor resmi ia raih pada sidang promosi doktor, Selasa 6 Desember 2016. Ia memaparkan Desertasi berjudul Manejemen kelas dan Implikasinya terhadap Kualitas Pembelajaran, Suatu Kajian tentang Classroom Climate pada Madrasah Aliyah di Aceh.

Penguji desertasinya ialah Prof. Farid Wajdi Ibrahim. Prof. Rusjdi Ali Muhammad, Prof. Eka Srimulayani, Prof. Yusrizal, Prof. Misri A Muchsin, Prof. Cut Zahri Harun dan Prof. Warul Walidin. Sulaiman meraih nilai sangat baik dalam sidang tersebut. []

Ardy RA