Di Kantin Jamiah: Bau Busuk, Teh Dingin, dan Hari Jadi UIN Ar-Raniry

Sumberpost.com – Beberapa bulan lalu, saat demo besar-besaran di depan Kantor Gubernur Aceh, yang dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat Aceh, beberapa orang memilih untuk tidak turun ke sana. Tapi, mereka juga membantu aksi itu dengan cara yang lain, yaitu menyampaikan pendapat dan satu-dua sumpah serapah di dinding Dunia Maya, menyerang akun pribadi atau akun instansi yang terkait dengan persoalan yang didemo.

Kita harus sepakat akan hal itu, bahwa Dunia Maya adalah dunia lain untuk bersosialisasi, negosiasi, berpendapat dan memaki-maki.

Saya juga ikut berkomentar di sana. Meskipun juga ikut turun ke Kantor Gubernur. “Mantap! Lanjutkan perjuangan,” kira-kira begitu saya menulisnya. Saya menekan ‘love’ untuk komentar-komentar yang bagus. Tak ketinggalan untuk komentar-komentar yang seperti ini: “Pejabat sampah”,”Pejabat sedang bobo manja”,”Keluarlah, temui kami!”

Ada beberapa yang bertanya dan membuat saya bangga, begini nadanya: kok almamater biru yang banyak ya? Kita, boleh ge-er namun jangan berlarut-larut di sana. Segera keluar dan masuk ke dalam, lihat apa-apa yang bau dan rusak.

Apa-apa yang telah terjadi dan menjadi buruk, anggap saja, sebuah ketidaksengajaan yang lumrah dalam perilaku maupun sistem kehidupan kita. Beberapa orang kerap kali, sering gagal move on atau memang goblok, tidak sadar mereka harus segera bergerak dari tempat bau itu. Tanpa sadar memang, bahwa di samping tempat itu ada tong sampah. Jelas aroma bau itu akan mengudara dan juga dengan cepat datang. Kita menciumnya seperti pura-pura amnesia. Mungkin kita sedang duduk di Kantin Jamiah saat itu.

Kita tau, bahwa, ada petugas kebersihan yang sudah dibayar dan setiap pagi membersihkan halaman kampus. Tapi, kita, sebagai jantong hate rakyat Aceh, begitu mudah membuang dan membiarkan apa-apa yang bau dan apa-apa yang goblok. Jika sudah demikian, bolehkah kita menjadi jantong hate rakyat? Lalu menghayalkan apa-apa yang besar dan melupakan apa-apa yang kecil.

Memang, tidak mudah menjadi baik dan bijak. Setidaknya, persembahkan sedikit kebaikan tapi konsisten. Jangan terlalu bersemangat sehingga lupa mengerjakan apa-apa yang telah dicita-citakan.

Kita sebagai jantong hate rakyat, tak boleh sering menanyakan apa-apa yang telah diberikan. Tapi, coba tanya apa-apa yang telah kita persembahkan untuk tempat yang mulia ini.

Kalimat di atas saya dengar dari guru saat saya duduk di bangku sekolah. Juga sering diucapkan ulang saat kuliah. Seorang guru juga harus bertanya, apa saja yang telah ia berikan kepada muridnya? Sejatinya, pelajar dan akademisi tidak boleh egois. Temukan solusi lewat diskusi. Ada banyak pertanyaan yang harus kita jawab dan disaring dengan baik, sehingga serat-serat tipis terlihat. Lalu, baru mengambil kebijakan dan tindakan.


Afni, designer Sumberpost, mengirim beberapa lembar design sebuah ucapan selamat. Lewat pesan dia itulah saya tau bahwa, hari ini adalah jadinya kampus UIN Ar-Raniry. Afni juga meminta untuk dituliskan caption Instragram atas designnya itu.

Di Kantin Jamiah, sebelah kiri Rektorat, saya mulai merangkai kata yang semula niatnya caption lalu berubah niat ingin menulis sebuah renungan panjang. Ditemani segelas teh dingin–ala anak kos–saya terus menulis dan mencium bau busuk disekitar.

Selamat hari jadi UIN Ar-Raniry dan Mahasiswa/i yang hari jadinya juga hari ini. Selamat! Muah!

Adli Dzil Ikram, penulis adalah jurnalis di Sumberpost dan mahasiswa Arsitektur UIN Ar-Raniry.