Uang logam Tak Lagi Bernilai, Beralih Fungsi Jadi Kerokan

Sumberpost.com |Banda Aceh – Rupiah adalah mata uang resmi Indonesia yang digunakan sebagai alat tukar menukar di dalam masyarakat. Ada dua jenis uang yang beredar yaitu uang logam dan uang kertas. Uang logam biasanya terbuat dari logam kuningan dan perak, sedangkan uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas. Kedua jenis uang ini adalah alat tukar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli sehari-hari.

Namun berbeda dengan Gayo Lues. Salah satu kabupaten di Aceh ini mulai enggan untuk bertransaksi menggunakan uang logam.

Adakah kesalahan jika masyarakat menggunakan uang logam? Mengapa fenomena itu terjadi? Apakah uang logam bukan alat tukar di Indonesia?

Entah dari mana asal muasal fenomena tersebut, sehingga sampai sekarang jika kalian berkunjung ke Gayo Lues akan sangat susah menukar sebuah barang dengan uang berbentuk koin tersebut.

Terbukti dari para pedagang yang enggan menerima jika ada seorang pembeli mengulurkan sejumlah uang logam kepadanya, maka dengan cepat ia akan menolak uang tersebut. Berbeda jika masyarakat di sana berbelanja ke sebuah swalayan, maka sering kali para kasir memberi kembalian berupa uang logam.

Masyarakat di sana rata-rata bermata pencarian sebagai petani. Jadi, sangat tidak mungkin jika setiap hari harus berbelanja ke swalayan. Banyak juga ibu-ibu di sana sengaja mengumpulkan uang logam, disaat anak-anak mereka pulang dari perantauan biasanya ibu-ibu akan memberikan uang tersebut untuk dibawa ke tempat dimana anaknya merantau. Karena di daerah lain uang logam masih laku dipasaran.

Sangat disayangkan juga , kegunaan lain dari uang logam di Gayo Lues sering kali dijadikan sebagai alat kerokan bagi bapak-bapak ketika mereka baru pulang dari kebun ataupun dari sawah, logam tersebut akan sedikit membantu menghilangkan sakit yang berada di punggung mereka, meninggalkan beberapa goresan merah di atasnya.

Bukan hanya fenomena uang logam yang sudah tidak laku di pasaran, fenomena lain juga sudah mulai lahir ke permukaan. Seperti uang kertas senilai 1000 rupiah yang sudah sangat jarang ditemui ditemukan, itu mengakibatkan harga sayur-mayur dijual seharga 2000 rupiah per ikatnya. Padahal, Gayo Lues adalah salah satu daerah yang memiliki tanah subur, udaranya pun masih dingin dan sejuk, tidak harus membutuhkan perawatan yang lebih jika masyarakatnya hanya menanam sayur.

Akibat lain dari kelangkaan uang 1000 rupiah adalah banyak dijumpai para pedagang mendesak pembelinya agar mengambil barang lain yang ia jual jika seorang pembeli tersebut membutuhkan kembalian sebesar 1000 rupiah, jadi dengan terpaksa para pembeli harus mengambil beberapa barang yang tidak terlalu mereka butuhkan agar transakasi yang mereka lakukan tidak menimbulkan sebuah masalah hanya akibat uang senilai seribu rupiah.

Penulis menemui fakta bahwa fenomena sosial ini ternyata tidak hanya terjadi di Gayo Lues, beberapa daerah di Indonesia juga mengalami hal yang sama seperti Gayo Lues. Keberadaan uang koin sudah terpinggirkan di kawasan perbatasan seperti Nunukan Kalimantan Utara, Anambas Kepulauan Riau, Maluku dan daerah terpencil lainnya di Indonesia.

Sama halnya seperti di Gayo Lues, tidak diketahui pasti apa penyebab tidak lakunya uang logam atau uang koin tersebut. Apakah ada yang salah dengan uang logam? Uang logam juga dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dan juga dijamin oleh Undang-undang, sama halnya seperti uang kertas.

Masyarakat Gayo Lues tidak seharusnya mengasingkan uang logam sebagai alat tukar-menukar di dalam kehidupan mereka. Faktanya uang logam adalah uang yang dicetak oleh negara, tidak ada undang-undang yang melarang penggunaan dan membatasi peredaran uang tersebut. Jadi, warga Negara Indonesia memiliki hak untuk tukar-menukar barang yang mereka butuhkan menggunakan uang kertas maupun uang logam. tidak ada larangan harus menggunakan uang logam atau uang kertas.

Sejak kemerdekaan, Indonesia telah mengeluarkan berbagai bentuk pecahan uang logam, ada yang terbuat dari nickel, kuningan, alumunium bahkan yang terbaru berbahan bimetal. Secara keseluruhan Indonesia memiliki 15 jenis pecahan dari yang terkecil yaitu 1 sen sampai yang terbesar 1000 rupiah.

Uang-uang logam ini merupakan uang logam yang dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah, tetapi selain uang-uang di atas, Bank Indonesia juga mengeluarkan uang-uang logam yang terbuat dari perak dan emas dengan pecahan yang beragam seperti 250 rupiah, 750 rupiah, 2000 rupiah, 5000 rupiah, 10.000 rupiah, bahkan ada yang 850 ribu rupiah. Uang logam jenis ini merupakan uang logam peringatan, dikeluarkan dalam jumlah amat terbatas dan mempunyai nilai koleksi yang sangat tinggi.

Akankah uang logam masih akan berlaku di Gayo Lues untuk masa yang akan datang? [ ]

Rama Fitranisa (mag)