Kronologis Sengketa Informasi UIN Ar-Raniry-SAKA

Sumberpost.com | Banda Aceh – Alumni Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA), Safutra Rantona menggugat UIN Ar-Raniry ke Komisi Informasi Aceh (KIA) pada 16 April lalu karena menilai kampus tersebut tertutup mengenai informasi.

Awalnya, Safutra mengajukan surat permohonan informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) UIN Ar-Raniry pada 3 Januari 2015. Namun, pihak kampus menghubungi Safutra via telepon untuk mengambil kembali surat tersebut karena dinilai tidak memiliki tujuan.

“Padahal, kami sudah beritahu tujuan meminta data disurat permohonan,” ungkap Kepala Sekolah SAKA Mahmuddin, Rabu (29/4/2015).

Mengetahui surat permohonan tidak ditanggapi, Safutra mengajukan surat keberatan pada 16 Februari 2015 kepada atasan PPID, dalam hal ini Rektor UIN Ar-Raniry. Namun pihak rektorat tidak mau menerima surat tersebut karena dianggap tanpa landasan.

Hingga pada 15 April 2015, Safutra mendaftarkan penyelesaian sengketanya di KIA. Setelah itu, sidang sengketa informasi digelar pada 27 April 2015. Saat itu, pihak UIN Ar-Raniry dikuasakan oleh Kepala Biro AAKK Jakfar Yacob, sementara pihak Safutra Rantona dikuasakan oleh Kepala Sekolah SAKA Mahmuddin.

Sidang itu berakhir dengan mediasi kedua belah pihak, dan pihak UIN Ar-Raniry akan memberikan dokumen yang diminta Safutra Rantona pada 10 Mei 2015 mendatang. Namun, dari 12 dokumen yang diminta, tiga di antaranya tidak diberikan.

Dokumen yang diminta diantaranya daftar isian penggunaan anggaran UIN Ar-Raniry tahun 2013 dan 2014, laporan reaslisasi anggaran UIN Ar-Raniry tahun 2013 dan 2014, dokumen realisasi penggunaan anggaran SPP mahasiswa UIN Ar-Raniry tahun 2013 dan 2014.

Selain itu, dokumen realisasi anggaran seluruh UKM mahasiswa kampus UIN Ar-Raniry tahun 2013 dan 2014, dokumen anggaran gaji aparatur pegawai UIN Ar-Raniry tahun 2013 dan 2014, dan dokumen aset kampus UIN Ar-Raniry tahun 2013 dan 2014.

Dikatakan Mahmuddin, proses mediasi dengan UIN Ar-Raniry sempat berlangsung panas. “Kami sempat berdebat panjang. Jakfar bilang, kampus Ar-Raniry memiliki SOP sendiri tentang surat menyurat, berdasarkan peraturan menteri agama. Saya jawab, peraturan menteri bisa diubah, tapi pak Jakfar bersikeras tidak mengubah,” ucap Mahmuddin.

Mahmuddin menyebutkan, tujuan pihaknya meminta sejumlah data dan informasi ke UIN Ar-Raniry, untuk mendorong agar PPID segera dibentuk oleh kampus Ar-Raniry. “PPID ini menyediakan semua data publik, jadi masyarakat dan mahasiswa yang ingin memperoleh informasi mudah, karena bisa langsung ke PPID,” jelasnya.

Pandangan Mahmuddin, UIN Ar-Raniry sebagai salah satu instansi yang mendidik generasi, harus terbuka mengenai informasi. Sementara dokumen yang diterima pihaknnya nanti, akan dikaji dan dianalisa, serta hasilnya akan ditampilkan ke publik.

“Dokumen yang kita minta ini sifatnya harus diberitahukan kepada publik. Kalau UIN tidak mau terbuka, pandangan kami bisa negatif dan mahasiswa juga bisa berpandangan yang aneh-aneh,” tandasnya.

Meski demikian, tidak semua informasi dapat diberikan kepada publik, tentang pertahanan salah satunya, tidak dapat di berikan ke publik karena berpotensi menimbulkan “gonjang-ganjing” terhadap negara.

Sementara itu, hingga saat ini UIN Ar-Raniry sendiri belum mempunya PPID. Padahal, menurut PP tahun 2010 pasal 21 dijelaskan, PPID harus sudah terbentuk satu tahun sejak PP ini diundangkan. “PP ini kan tahun 2010 sudah diundangkan, seharusnya tahun 2011 sudah ada disetiap badan publik,” sebut Mahmuddin.

Sementara Kepala Biro AAKK UIN Ar-Raniry Jakfar Yacob mengaku, sengketa informasi UIN Ar-Raniry-SAKA sudah selesai pada mediasi 27 April lalu. “Sekarang tidak ada masalah lagi,” ujarnya singkat pada Jumat (1/5/2015).

Terkait surat yang di ajukan pada 3 januari lalu, ia menyebutkan, pihak SAKA menyalahi prosedur pengiriman surat menyurat. “Data yang diminta akan kami berikan, tapi yang terbuka untuk umum saja,” kata Jakfar via telepon.

“Ini sudah selesai,” lanjutnya. []

Abdul Hadi Firsawan