Tarek Pukat Tradisi yang Patut Dilestarikan

Sumberpost.com | Banda Aceh – Tarek Pukat (Menarik Jala Ikan) merupakan salah satu tradisi yang mengambarkan simbol kebersamaan dan gotong royong masyarakat Aceh dalam penangkap ikan. Hal ini tentu harus dilestarikan. Ditengah-tengah maraknya teknologi, nelayan Aceh lebih memilih cara tradisional dalam menangkap ikan seperti di pantai Lam Awe, Peukan Bada, Aceh Besar.

Tradisi tarek pukat sendiri sudah ada sejak masa kesultanan Aceh pada abad ke – 16. Beban jaring yang berat menjadi lebih ringan ketika ditarik bersama – sama dengan gerakan yang lamban dan ritmis. Para nelayan juga berteriak sambil menarik untuk membakar semangat karena butuh waktu antara 2-5 jam untuk menarik ikan ke daratan.

Tarek pukat dilakukan dengan melepaskan jala ikan sekitar 1 mil di lautan dan salah satu ujung lainnya masih berada di darat. Jaring dijatuhkan di lautan dengan posisi melingkar membentuk letter U sampai kedua ujung jala berada di daratan.

Kemudian kedua ujung jala tersebut ditarik bersama – sama oleh para nelayan, dengan mengikat tali pukat di pinggang. Lalu menarik dengan berjalan mundur sampai sekitar 5 m dan maju kedepan untuk mengulang kembali gerakan yang sama.

Tarek pukat di pantai Lam Awe diadakan setiap hari kecuali pada hari Jum’at. Proses tarek pukat dimulai dari pukul 4:00-7:00 WIB. Puluhan warga mulai berantusias datang untuk menyaksikkan proses tarek pukat mulai dari berbagai kawasan. Warga yang sudah menunggu biasannya ingin mendapatkan ikan segar yang terjebak dalam jala.

Salah seorang nelayan, Jamal mengatakan, tarek pukat adalah suatu tradisi yang hampir hilang, sehingga ia dan teman – temannya berusaha menjaga kelestarian tradisi Aceh tersebut. Sekaligus dapat mengambarkan semangat kegotong royongan diantara nelayan di Aceh.

“Tarek pukat merupakan salah satu tradisi yang hampir hilang, sehingga jamal dan rekan- rekannya berusaha untuk melestarikan tradisi aceh salah satunya yaitu tarek pukat, ia juga mengaku senang dengan adanya kegiatan ini sehingga ia bisa menjaga silahturahmi nya dengan rekan dan masyarakat sekitar tentu nya,” ujar saat diwawancarai Sumberpost.com Sabtu (08/07/2023).

Jamal mengaku sudah menjadi nelayan tarek pukat selama 25 tahun. Untuk keuntungan yang ia peroleh bisa mencapai 300 ribu perhari. Sedangkan untuk harga tangkapannya sendiri ia mengaku tentu lebih miring dibandingkan kalau sudah sampai di pasar ikan.

Tradisi tarek pukat kini menjadi salah satu destinasi wisata bahari di Aceh. Terkadang, para pengunjung juga ikut membantu nelayan menarik pukat sehingga mereka ikut merasakan kerja sama apik bersama para nelayan. Dengan keunikan tradisi tersebut, tarek pukat menjadi salah satu tradisi yang harus terus dilestarikan sebagai salah satu bentuk kekayaan budaya bangsa.

Salah seorang pembeli, Mai mengatakan, ia sangat senang dan sangat mengapresiasi adanya kelestarian budaya tarek pukat yang sudah jarang ada di zaman serba teknologi ini. Sehingga ini menjadi salah satu tradisi yang patut dilestarikan.

“Masyarakat dapat melihat bagaimana tradisi yang sudah jarang ditemukan, dengan adanya tradisi tarek pukat ini bisa menjadi salah satu warisan yang perlu dijaga karena proses penangkapannya masih dapat dikatakan menarik sehingga kegiatan tarek pukat ini perlu dilestarikan,” ujar Mai selaku pembeli ikan dari Tarek Pukat.

Selain itu, Mai juga berpendapat bahwa ikan yang dijala nelayan juga masih segar sehingga masyarakat dapat memberikan hal positif tentang tarek pukat. Ia juga sangat mendukung nelayan untuk melakukan tarek pukat di setiap tempat, dengan alasan agar pembeli banyak mengunjungi daerah yang masih terjaga tradisi tarek pukat. []

Reporter: Zuraida
Editor: Julia Makhrami