Sosok Nurul Khalisa, Alumnus UIN Ar-Raniry Lolos Beasiswa LPDP usai Gagal 13 Kali

Sumberpost.com | Banda Aceh – Gagal mendapatkan beasiswa sekali, bukan berarti gagal selamanya. Seperti kisah Nurul Khalisa yang kini diterima di Univesity of New South Wales Australia (UNSW). Perempuan yang akrab disapa Ica ini lolos ke UNSW berkat beasiswa Lembaga Pengelola Dana Keuangan atau LPDP. Namun, sebelumnya dia pernah gagal mendapatkan beasiswa.

Sejak kecil Ica memang sudah bermimpi untuk bisa sekolah di luar negeri. Hal ini bermula dari gambar Sydney Opera House yang ia lihat di kalender, sejak saat itu Ica bermimpi untuk bisa menginjakkan kaki ke Sydney. Namun, saat itu ia belum mengetahui bagaimana cara merealisasikan mimpinya lantaran orang-orang disekitarnya belum ada yang menempuh pendidikan ke luar negeri.

“Saat duduk di bangku SD sampai SMA, saya belum tau bagaimana cara merealisasikan mimpi saya, karena saya tidak pernah melihat orang di sekitar saya yang kuliah ke luar negeri,” ujar Ica.

Sejak saat itu, Ica terus berusaha untuk menggapai mimpinya. Ia menempuh pendidikan S1 di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry (UIN) Banda Aceh di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (PBI). Menurutnya, selama ia berkuliah PBI sangat banyak dosen yang bisa menginspirasinya dan membuatnya yakin untuk terus menggapai mimpinya.

“Selama masa kuliah saya mendapatkan insight bahwa ternyata keluar negeri itu tidak mustahil, bahkan perempuan juga punya kesempatan yang sama, bahkan pula untuk anak kampung seperti saya,” lanjutnya.

Gagal 13 Kali Mencoba

Perjuangannya menjemput beasiswa bukanlah hal yang mudah. Sebelumnya, Ica sempat gagal 13 kali ketika mengajukan beasiswa. Berbagai jenis beasiswa ia ikuti diantaranya; beasiswa Chevening yang diikuti sebanyak 2 kali di tahun 2019 dan 2020, beasiswa Australia Awards Scholarships (AAS) sebanyak 5 Kali di tahun 2019, 2020, 2021, 2022, dan 2023, kemudian beasiswa Fulbright sebanyak 3 kali di tahun 2019, 2020, dan 2021, beasiswa LPDP sebanyak 3 kali di tahun 2022, 2023 batch 1, dan 2023 batch 2, dan beasiswa BPSDM yang gagal sekali di tahun 2021.

Ica menghabiskan waktu selama 5 tahun untuk bisa mendapatkan beasiswa. Terlebih saat itu Ica juga bekerja di 4 instansi sekaligus yang membuatnya gagal karena kurang matang mempersiapkannya. Sejak saat itu Ica mencoba merubah mekanisme persiapan dengan membuat timeline. Tujuannya agar ia tidak tergesa-gesa dalam mempersiapkan persyaratannya. Namun, siapa sangka kali ke 13 mencoba ia masih gagal mendapatkan beasiswa itu.

“Pada percobaan ke-13 saya coba berubah untuk membuat timeline. Menurut saya timeline sangat berguna untuk membuat kita tidak tergesa-gesa dan meminimalisir kesalahan. Tapi sayangnya saya masih gagal,” katanya.

Sejak awal Ica paham bahwa mendapatkan beasiswa bukanlah hal yang mudah dan dirinya tidak menaruh ekspektasi yang tinggi ketika mendaftar beasiswa apalagi dalam satu kali coba. Setiap gagal ia selalu merefleksikan kesalahan baik pada saat pendaftaran hingga penulisan essay. Evaluasi yang berkepanjangan inilah yang kini mengantarkan Ica pada mimpinya.

“Setiap kali gagal saya selalu merefleksikan kesalahan. Dari percobaan-percobaan tersebut saya mempelajari hal baru yang tidak mungkin saya dapatkan ketika tidak mencoba. Keberhasilan ini juga saya dapatkan dari hasil evaluasi yang berkepanjangan selama saya gagal,” ujarnya.

Berkat usaha dan evaluasi yang dilakukan Ica, ia berhasil mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) unconditional atau surat penerimaan tanpa syarat masuk dari Perguruan Tinggu dari dua kampus ternama yaitu Monash University dan Univesity of New South Wales Australia (UNSW) di jurusan Master of Translation and Interpreting.

Seimbangkan Nilai Akademik dan Organisasi

Untuk mendapatkan beasiswa, tidak hanya bermodalkan nilai akademik yang bagus. Menurut Ica, keaktifan berorganisasi juga menjadi nilai dalam mendapatkan beasiswa. Dengan kata lain, kita harus bisa berdampak untuk orang banyak. Sejak saat itu, Ica memutuskan untuk berpartisipasi di berbagai organisasi salah satunya English Department Student Association (EDSA) yaitu organisasi himpunan mahasiswa PBI.

“Selama kuliah saya mendapatkan insight ternyata untuk bisa dapat beasiswa ga cukup bermodalkan nilai akademik saja tapi kita juga harus aktif dalam organisasi dan berdampak bagi masyarakat,” lanjut perempuan yang pernah menjabat sebagai sekretaris EDSA tahun 2017.

Nilai akademik dan keaktifan organisasi menjadi hal yang penting ketika ingin mendaftar beasiswa. Dua hal ini sangat berkesimabungan dalam proses mendapatkan beasiswa, maka dari itu seimbangkan antara nilai akademik dan organisasi. Jangan fokus pada satu hal saja. Mulailah berdampak bagi lingkungan dan masyarakat.

“Dari semua beasiswa yang saya daftar memang semuanya minta your leadership capacity. Karena kita harus mampu memberikan jawaban dampak apa yang bisa kita berikan untuk membantu bangsa,” lanjut Ica.

Memaknai Gagal sebagai Proses Pembelajaran

Setiap kegagalan yang didapat, Ica selalu mencoba untuk merefleksikan kegagalan itu. Karena menurutnya, kegagalan itu tidak ada yang sia-sia. Selalu ada hal yang dapat dipelajari dari kegagalan yang di dapat. Menghadapi kegagalan memang tidak mudah. Namun, hal yang perlu ditekankan adalah ketika gagal jangan pernah membandingkan diri dengan orang lain. Karena masing-masing manusia sudah memiliki garisnya.

“Menghadapi kegagalan bukanlah hal yang mudah bagi saya, bahkan gagal itu mulai mempengaruhi psikologis saya. Namun, ternyata Allah Maha baik ingin melihat perjuangan saya hingga akhir, dan saya yakin ini adalah saat yang terbaik untuk saya mendapatkan beasiswa,” ujar Ica.

Dari kegagalan itu, Ica belajar untuk tidak pernah membenci kegagalan. Karena dari kegagalan itulah kita bisa mendapatkan pembelajaran yang bermakna. Habiskan jatah gagal, tidak masalah jika kamu harus terjatuh. Kamu akan terus gagal, jika kamu memutuskan untuk berhenti mencapai impianmu. Selama kamu tidak menyerah maka kamu akan menemukan pintu keberhasilan itu.

“Jangan gampang terpuruk dengan kegagalan, menghadapi kegagalan emang gak mudah, tapi coba lihat gagal dari sisi yang positif, mungkin tanpa kegagalan kita gak bisa belajar dari kesalahan. Mungkin kalau saya menyerah, mimpi saya ke Sydney akan selamanya menjadi mimpi. So, If haven’t reach your dream, keep trying, keep trying, until you get it,” pungkas Ica.

Setiap kegagalan yang didapat tidak membuatnya patah semangat, melainkan menjadi momentum untuk belajar dan memperbaiki diri. Akhirnya, dengan tekad yang teguh dan kerja keras yang tak kenal lelah, Nurul Khalisa berhasil meraih beasiswa LPDP, menjadi bukti bahwa kegigihan dan ketekunan bisa mengantarkan seseorang mencapai impian, meskipun jalan yang harus ditempuh penuh dengan rintangan. []

Reporter: Raudhatul Jannah