OPINI | Rekonstruksi Langkah-Langkah Pembangunan Di Aceh

Oleh : Teguh Multazam

Berbicara mengenai Aceh, ibarat samudera biru yang tidak akan pernah kehabisan air, walaupun terus menerus dikuras. Begitulah ibaratnya provinsi kecil diujung pulau sumatra ini. Pasca penandatangan MOU helsingki 15 agustus 2005 silam, Aceh diberikan kewenangan yang luar biasa besar oleh pemerintah Republik Indonesia untuk mengembangkan daerahnya dengan mandiri. mmm

Sesuai dengan amanah UU no 11 tahun 2006 pasal 7 ayat 1 dan 2, Aceh dapat mengurus segala persoalan publiknya sendiri kecuali yang berkaitan dengan 7 hal yaitu pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan urusan tertentu dalam bidang agama. Tentunya kebebasan yang demikian besar ini selain sebagai sebuah peluang juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan rakyat Aceh agar dapat mengembangkan dan memajukan Aceh dalam segala sektor menjadi daerah yang lebih maju dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia yang tidak diberi kebebasan seluas yang diberikan pemerintah pusat di Aceh.

Dalam membangun Aceh ada nilai-nilai tertentu yang tidak dapat dinafikan keberadaannya karna merupakan dasar dari segala macam bentuk pembangunan yang sedang maupun yang akan dilakukan di Aceh. Dan merupakan salah satu dari tujuan perjuangan masyarakat Aceh selama berpuluh-puluh tahun yang lalu. Yaitu membumikan nilai-nilai Syariat Islam dibumi Aceh. Pertanyaan subtansial yang harus didapatkan jawabanya adalah apakah setelah 8 tahun penandatanganan MOU Helsingki atau setelah 7 tahun disahkan UUPA, nilai-nilai Syariat Islam yang ingin di bumikan di Aceh itu telah berhasil diaktualisasikan atau sebaliknya justru aceh kehilangan disorientasi tujuan?

Kalau kita menelusuri sejarah perjuangan Rasulullah dalam menyiarkan Islam, aspek paling awal yang dibina oleh Rasulullah SAW dalam membangun sebuah peradaban yang berazaskan syariat Islam adalah Aqidah, hal ini dapat kita liat dari perjuangan Rasulullah membimbing masyarakat Mekkah selama lebih kurang 13 tahun, lalu setelah itu rasulullah SAW baru membina tatanan sosial mayarakat. Sehingga fondasi keimanan masyarakat islam ketika itu telah kuat dan tidak tergoyahkan. Hal lain yang juga dapat kita indikasikan perlunya penguatan aqidah sebelum membangun hal lain adalah karakteristik ayat-ayat yang ada unsur taklif (pembebanan hukum) didalamnya. Jika kita melihat ayat-ayat tersebut kita dapati sebagian ayat-ayat yang berkarakteristik demikian dipermulaannya banyak yang mengunakan kata ya ayyuhaalazina amanu, baru kemudian diikuti dengan taklif, dari sini dapat kita lihat sebelum melaksanakan sebuah kewajiban yang akan diberikan Allah SWT, maka penting sekali menguatkan element aqidah sehingga dari sisi idiologis sudah mengakar kuat, dan seterusnya akan lebih mudah.

Idealnya dalam membangun Aceh yang berlandaskan Syariat Islam. kita harus mencontoh tahapan-tahapan yang telah dipraktekkan oleh Rasulullah dan petunjuk ayat-ayat Al-Quran seperti yang telah penulis jelaskan diatas yaitu dengan mendorong penguatan dimensi Aqidah terlebih dahulu. dalam konteks kekinian, konsep ini dapat diterapkan dengan merenovasi kurikulum-kurikulum sekolah-sekolah yang ada di Aceh dengan menambah jam untuk mata pelajaran yang berhubungan dengan penguatan Aqidah. Selain itu, hal ini juga dapat dilaksanakan dengan sosialisasi-sosialisasi langsung kepada masyarakat berkaitan dengan subtansi penguatan Aqidah. Kemudian membuat regulasi khusus bekaitan dengan misi penguatan Aqidah ini, bahkan kalau perlu dibentuk lembaga khusus yang tugasnya hanya untuk menangani hal ini.

Jika langkah pertama sebagai landasan telah diaktualisasikan dengan baik, maka langkah kedua yang harus dilaksanakaan memformalkan hukum jinayah Islam dan memperbaiki kualitas pendidikan disegala bidang. ini juga bagian yang diperintahkan Allah di awal-awal kedatangan Islam seperti dalam wahyu pertama yang memuat perintah membaca (Iqra’) adalah indikasi perintah untuk belajar dan mengkaji. Kemudian turun ayat 1-7 dari surat al – Mudatsir.

1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2. bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. dan Tuhanmu agungkanlah! 4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah, 6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. 7. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.

Jika kita lihat wahyu yang kedua tersebut, penulis melihat perintah memberi peringatan, membesarkan nama Allah, membersihkan pakaian, dan perintah meninggalkan dosa dapat juga dipahami perintah untuk berhukum denga hukum Allah, penjelasannya hukum salah satu fungsinya juga untuk memberi peringatan agar tidak dilakukannya perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, jika perbuatan melanggar hukum ditinggalkan dalam hal ini hukum Islam maka ini juga berarti meninggalkan dosa seperti apa yang diperintahkan di ayat 5 diatas, dan perintah untuk membersihkan baju juga bagian dari membersihkan diri dari larangan-larangan Allah. Kemudian setelah kedua langkah awal ini dilakukan maka untuk langkah-langkah seterusnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan karna akan lebih mudah dan ringan, seperti menata ekonomi secara Islami, hal ini dikarenakan secara idiologis sudah ada dasar yang kuat, sehingga penolakan-penolakan terhadap Syariat Islam terreduksi secara otomatis, yang kedua dengan adanya hukum jinayah Islam maka hak-hak masyarakat terlindungi seingga 2 komponen dasar yang paling penting telah dipenuhi.

Kedua langkah awal diatas harus dilakukan secara berurutan karna sifatnya squential (berurutan), jika ditukar atau dihilangkan salah satu maka akan berefek pada tidak akan terwujutnya tujuan yang ingin di capai. Kenapa harus Iman dipoin yang pertama, karna muslim berbuat tentu karna dasar keimanan, jika keimanan sudah kuat didalam dada maka tanpa paksaan dan pemantauan, tidak akan ada orang yang melanggar hukum atau perintah Allah. Begitu juga dengan hukum jinayah, ini adalah sebagai sistem kontrol jika ada yang khilaf melakukan kesalahan maka sudah ada hukum yang mengatur sebagai sangsi sehingga hal tersebut tidak akan diulangi. Jika proses ini dibalik implikasinya adalah intesitas penolakan terhadap hukum Islam akan meningkat dan ini akan menghambat pembangunan multidimensi di Aceh.

Dan terakhir sama-sama kita berharap, pembangunan Aceh dalam segala bidang selalu berpedoman kepada Islam dalam hal ini Al-Quran daan hadist sehingga Islam benar-benar akan menjadi living law di tanoh rencong.[]

Penulis adalah mahasiswa Jurusan Muamalah Wal Iqtisad, Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, IAIN Ar-Raniry, angkatan 2011