Corona dan Jeritan Pengais Nafkah Strata Bawah


Sumberpost.com | Banda Aceh – Entah kapan persisnya awal pandemi Corona yang berujung pada penyakit bernama Covid-19 mulai mewabah di Bumi Pertiwi. Sebagian tentu terkejut, meskipun masih ada juga yang menganggapnya biasa saja, bahkan ada yang tak menggubrisnya sama sekali.

Bermula dari pasar hewan di Wuhan, China. Virus ini menyebar dengan cepat. Bahkan, tanpa kita sadari hingga masuk ke Indonesia. Hampir seluruh daerah di negara ini terdampak, tak terkecuali Aceh. Di provinsi ini, dilansir dari laman resmi Dinas Kesehatan Pemerintah Aceh, terdapat 620 Orang Dalam Pemantauan (ODP) , 44 Pasien Dalam Pengawasan (PDP), 5 Positif Covid-19 dan 2 meninggal dunia per Senin, 30/3/2020.

Pengais Nafkah Strata Bawah

Awalnya kasus virus Corona di Aceh tampak biasa-biasa saja. Jalanan masih padat, pasar masih ramai, warung kopi pun tidak mengenal kata sepi. Begitu pula dengan pendapatan yang diperoleh para pengais nafkah yang berada di strata bawah, semuanya berjalan lancar. Namun, keadaan tak seperti yang diharapkan. Sejak pandemi ini mulai memakan korban, kondisi Aceh Khususnya Banda Aceh  kian hari kian mencekam.

Aturan demi aturan mulai dilayangkan, aturan pembelajaran baik siswa maupun mahasiswa diubah menjadi pembelajaran dalam jaringan (daring). Masyarakat wajib menerapkan jaga jarak  (social distancing), bahkan juga melakukan penutupan akses di berbagai badan jalan atau karantina wilayah (lockdown).

Dalam keadaan seperti ini, pengais nafkah strata bawahlah yang paling kesulitan. Mereka tahu kondisi sedang tidak baik-baik saja dan virus ini tidak memandang korban, tua, muda, bahkan kaya, atau miskin.

Kabar buruknya, mereka juga manusia yang tidak semuanya punya kekebalan tubuh yang tinggi, namun tetap berusaha untuk mengais nafkah demi mendapatkan pundi-pundi rupiah. Meski harus menjerit, tak sedikit dari mereka yang harus menutup usahanya, karena harga kebutuhan meningkat dan pembeli yang kunjung sepi.

Seorang pedagang kecil sedang menjajakan dagangannya, Minggu (29/3/2020)

Fanadi,  seorang penjual buah di pasar Peunayong mengatakan, lapak dagangannya sepi pembeli dan harga barang pun juga melonjak mahal.

“Keadaannya sepi dan pembelinya nggak ramai seperti dulu lagi. Kadang-kadang setelah masuk hari ini, sampai satu minggu kemudian gak masuk-masuk barang. Harganya juga meningkat,” ujarnya, Minggu (29/3/2020).

Hal yang sama juga dirasakan oleh hampir sebagian pekerja lainnya.

Seorang penjual daging ayam, Agus mengatakan, pasar menjadi sepi dan harga barang dari distributor melonjak sejak mewabahnya virus corona.

“Keadaan pasar sepi sekali sekarang kalau kita lihat dari segi ekonominya, akibat virus corona, harga yang ditawarkan oleh distributor juga lebih mahal,” katanya. []

Penulis: Rianza Alfandi

Editor: Uswatul Farida