Jangan Egois

Sumberpost.com – Di suatu negeri dongeng hiduplah dua orang gadis yang sudah bersahabat sangat lama. Mereka bersahabat dari kecil hingga mereka tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik nan rupawan bak seorang putri. Itulah Senja dan Biru namanya. Mereka selalu bersama di setiap hari-hari mereka, mulai pergi ke kebun, bermain di danau, memetik bunga dan hal yang menyenangkan lainnya. Mereka tidak pernah bertengkar apalagi saling menyakiti. Mereka yakin tidak akan ada seorangpun yang akan memisahkan persahabatan itu. Namun di dalam persahabatan yang terbilang cukup lama tersebut, ada sifat diantara mereka berdua yang belum mereka ketahui satu sama lain. Sampai pada suatu hari di sebuah kebun bunga…

“Senjaaa, jangan jauh jauh, nanti kita tersesat.” ucap Biru sambil lari terengah-engah.

“Biru, inikan wilayah bermain kita, pasti kita tidak akan tersesat, kenapa kau sangat meresahkannya, ayo Biru kita lomba lari lagi, setelah itu baru kita mencari bunga untuk kita tanam bersama.” sahut Senja dengan wajah yang tidak merasa kelelahan setelah berlari.

“Senja, ayolah istirahat sebentar saja aku sudah capek, lebih baik kita mencari bunga saja, aku mau kau mengikuti perintahku Senja.” ketus Biru sambil berjalan menuju kebun yang memiliki hamparan bunga yang sangat luas.

“Baiklah sahabatku yang cantik, aku akan mengikutimu.” kata Senja yang mengikuti Biru dari belakang.

Dan akhirnya Senjapun mendengarkan perintah dari Biru. Dia mengikuti semua apa saja yang Biru katakan. Karena dalam pikiran Senja, dia adalah sahabat Biru, dan dia harus mengikuti perintah dan apa saja kemauan Biru.

Di kebun yang mereka datangi tersebut terdapat hamparan bunga yang sangat indah, yang membuat siapapun terkagum-kagum. Setiap hari orang-orang yang berada di negeri itu bernyanyi

dan menyiraminya agar bunga itu dapat tumbuh dengan cantik dan mekar dengan indah sepanjang saat.

“Senja, kita harus mengambil bunga yang sangat banyak, agar kebun yang berada di rumah mu dan rumah ku menjadi sangat indah.” kata Biru sambil memetik bunga Daisy kesukaannya.

“Baiklah Biru, aku akan memetik bunga ini sebanyak banyaknya.” ucap Senja sambil memetik bunga Daisy kesukaan Biru.
“Kamu memang sahabat terbaikku Senja.” kata biru sambil mencubit pipi Senja yang sangat chubby tersebut.

Setelah mereka mencari bunga, mereka beristirahat di sebuah rumah pohon yang terletak dekat dengan kebun bunga itu. Mereka bercerita serta tertawa bersama sambil menikmati keindahan kebun bunga yang sangat indah.

Hari semakin sore, dan mereka baru menyadarinya disaat matahari sudah menyembunyikan wajahnya dari ufuk barat. Merekapun bergegas pulang ke rumah mereka masing-masing, sambil membawa bunga Daisy yang mereka petik tadi.

Di sepanjang jalan, mereka masih saja asyik berbicara, sampai akhirnya mereka mendengar suara gemeresik dari semak-semak. “srek srek srek ..srek srek.”

“Biru, apakah kamu dengar itu?” tanya Senja sambil memegang erat tangan Biru karena ketakutan akibat suara tersebut. Birupun spontan terkejut setelah melihat sahabatnya mendengar suara dari semak-semak itu.

“Iya Senja, aku mendengarnya sangat jelas, suara apakah itu?” tanya Biru sambil membalas kembali lebih erat genggaman senja.

“Apakah kita harus melihatnya biru? Tapi, hari sudah semakin gelap, aku takut peri-peri jahat akan mengintai anak-anak seperti kita.” ucap Senja sambil menutup matanya karena ketakutan.

“Srek..srek..srek..” suara tersebut semakin besar, membuat kedua gadis itu ketakutan dan merasa tidak nyaman. Apakah suara itu berasal dari peri jahat? atau hanya angin yang membuat semak-semak itu bergemeresik sangat kuat?.

“Senja, ayo kita lihat, apa yang terjadi di balik semak-semak itu, mungkin itu hanya angin, kamu jangan khawatir Senja, aku akan berjalan didepan mu, kamu bersembunyilah di belakang ku dan tetaplah genggam tanganku.” kata Biru yang berusaha meyakinkan dan melindungi Senja, agar dia tidak ketakutan dengan suara yang mereka dengar.

Akhirnya Biru berjalan perlahan mendekati semak-semak tersebut, sambil menggenggam erat tangan Senja yang sangat dingin karena ketakutan. Biru memberanikan diri untuk melihat, apa yang terjadi dari balik semak-semak tersebut.

“Senja, tutup matamu jika kamu takut.” kata Biru dengan nada suara yang hampir tak terdengar.

Biru mencari-cari sumber suara tersebut dibalik semak-semak itu. Birupun mendapati asal sumber suara tersebut. dia melihat ada seekor kucing yang terperangkap dalam jeratan tali yang membuat kucing itu berusaha melepaskan dirinya.

“Lihat Senja, itu hanya seekor kucing yang terperangkap, coba bukalah matamu.” kata Biru sambil menatap wajah senja yang matanya masih tertutup karena ketakutan.
“Biru, kau tidak bohong kepadakukan, aku sangat takut Biru.” ujar Senja yang masih saja menutup matanya.

“Iya Senja, lihatlah, itu hanya seekor kucing dan kucing itu terperangkap oleh tali.”
Akhirnya Senja membuka matanya perlahan-lahan, dan iapun melihat seperti apa yang dikatakan sahabatnya tadi.

“Astaga, iya biru, itu seekor kucing yang terperangkap” kata senja terkaget.” ayo Senja, kita bantu kucing itu, sepertinya ia terluka.” kata Biru.

Akhirnya mereka berdua pergi membantu kucing malang tersebut dari jeratan tali yang ada ditubuhnya. Dan terdapat luka di bagian kaki kucing itu yang membuat kucing itu tidak bisa berjalan.

“Senja, kucing ini memiliki luka di kakinya, ini harus diobati kalau tidak, dia tidak bisa berjalan.” ucap Biru sambil melihat luka yang terdapat di kaki kucing itu.

Ilustrator: Sayyid Jamalul Adil


“Kita rawat saja dia Biru, kasihan dia di tengah kebun seperti ini, langit juga sudah semakin gelap, lebih baik kita segera bergegas membawanya pulang dan segera di obati.” ujar Senja kepada Biru.

“Baiklah aku akan merawatnya dan segera mengobatinya.” kata Biru sambil menggendong kucing tersebut.

“Biru, apakah kamu akan merawat kucing itu sepenuhnya? tanya Senja kepada Biru.

“Kita akan merawatnya bersama-sama, tapi hak milik sesungguhnya. kucing ini milikku. kamu boleh merawatnya nanti, tapi akulah majikan sesungguhnya dari kucing ini.” ketus Biru.

Senja hanya mengiyakan dan mendengarkan perkataan Biru tanpa berani ia menyanggah. Sebenarnya dia ingin sekali merawat kucing itu dan menjadi majikan kucing itu secara bersama sama dengan biru. Tetapi ia takut mengatakannya kepada Biru, ia takut sahabatnya tersebut marah.

Setelah itu merekapun bergegas pulang ke rumah mereka-masing masing karena hari sudah semakin gelap dan memberikan salam perpisahan di pertengahan jalan.

Rumah mereka beda jalur dan tidak berdekatan, akan tetapi mereka tidak membuat itu menjadi hambatan mereka untuk tetap bersama. Setelah mereka sampai dirumah, mereka langsung melakukan kegiatan rutinitas mereka masing-masing.

“Hello kucing, imut sekali kamu, bulumu sangat tebal, matamu berwarna hijau, dan warna merah bulumu begitu indah, akan kuberi nama siapa ya kamu.” ucap Biru yang sangat geram kepada kucing itu.

“Hmmm, bagaimana kalau Ariel, apakah kau suka?” ucap Biru dengan kegirangan.

“Oke, aku akan memanggilmu Ariel, akan kuberi tahu Senja besok hari akan nama barumu yang kuberikan.” kata Biru.

Setelah itu, Biru mengambil obat dan air untuk membersihkan luka dan juga kotoran yang ada di badan kucing tersebut. Dia merawatnya dengan perlahan dan mengobatinya dengan sangat hati-hati agar luka kucing itu lekas sembuh. Setelah Biru membersihkan dan mengobatinya, kemudian ia memberikannya makanan yang sangat banyak agar kucing itu senang dan nyaman bersama dia.

“Makan yang banyak ya Ariel, biar kamu cepat besar dan lukamu segera membaik.” ujar Biru sambil mengelus lembut kepala Ariel.

Setelah itu dia pun bergegas bangkit untuk membersihkan badannya dan pergi untuk tidur. Tidak lama ia bangkit, kucing itu tiba-tiba berbicara kepada Biru.

“Terima kasih nona cantik, kau telah membantu dan mengobati lukaku, aku sangat berterima kasih kepadamu.” sontak Biru terkejut saat kucing itu berbicara kepadanya.

“Ka..uu…kkau..kau dapat berbicara Ariel?” kata biru dengan nada suara tergagap karena terkejut.

“Iya, aku bukan kucing biasa, aku dapat berbicara, namun hanya orang-orang tertentu saja yang dapat ku ajak bicara, salah satunya kamu, karena kamu adalah orang baik.” kata Ariel.

“Aaa..paa apakah kau jelmaan dari peri jahat?” tanya Biru.

“Tenang Biru, aku bukanlah jelmaan peri jahat ataupun monster yang dapat mengganggu anak-anak, akan tetapi aku adalah seekor kucing ajaib. Aku dapat membantu mu untuk membayar semua budi mu yang telah mengobatiku Biru. kamu jangan khawatir, aku bisa melindungimu” kata Ariel sambil mendekati Biru.

Biru hanya terdiam dan menggelengkan kepalanya karena terheran-heran. Karena, baru kali ini dia melihat kucing dapat berbicara kepadanya. Akhirnya biru memutuskan tekad untuk menjaga dan merawat kucing itu secara hati-hati dan penuh kasih sayang.


Embun pagi menyapa dan sinar mentari menampakkan wajahnya dari ujung timur dengan langit biru yang sangat cerah seperti wajah Biru yang kini berlari ke rumah sahabatnya, Senja. Sambil membawa Ariel, kucing kesayangannya yang ia dekap di dada.

“Senjaaaa, Senjaaaa, Senja ayo keluarlah, mari kita bermain.” teriak Biru.

“Ya Biru, hai selamat pagi Biru.” sapa Senja dengan senyum manisnya yang sangat merekah.

“Senja, kucing ini sudah kuberi nama, aku memberinya nama Ariel, bagus bukan?” tanya Biru sambil mengangkat kucing itu ke hadapan Senja. Senja hanya tersenyum dan mengangguk menyetujui pendapat Biru, sahabatnya.

“ayo Senja kita bermain ke danau, aku sudah tidak sabar bermain dengan Ariel” ajak Biru.
“Baiklah Biru, ayo kita ke danau, hmmm kita lomba lari lagi, oke?” rayu Senja kepada Biru.
“Jangan Senja, bagaimana dengan Ariel, kaki dia kan masih sakit, dia belum sepenuhnya bisa berjalan” ucap Biru.

Senja hanya pasrah dan menerima semua pendapat dan ucapan Biru. “Baiklah Biru sahabatku.” kata Senja.

Setelah mereka sampai ke danau, mereka bermain-main dengan Ariel, Bermain sampan mengelilingi danau dan sampai akhirnya mereka beristirahat di bawah pohon yang terdapat di danau tersebut. Pohon yang sangat besar serta rindang.

“Biru, apakah aku boleh merawat Ariel untuk hari ini, aku ingin sekali juga merawatnya.” ucap Senja dengan wajah memelas.

”Iya Senja, boleh kamu merawat Ariel, ini kuberikan dia padamu.” kata Biru sambil memberikan Ariel kepada Senja.

“Hai Ariel, kamu sangat lucu, menggemaskan sekali.” ujar Senja sambil mengelus kepala Ariel.

Tiba tiba Ariel berkata “Hai Senja, wajah mu juga cantik dan senyumanmu sangat manis, aku suka melihatmu.” ucap Ariel, spontan wajah Senja terkejut bak melihat hantu didepannya.

“Aaaarri..Ariel kamu bisa bicara, Biru Biru Ariel?” Senja tergagap.

“Iya, dia kucing ajaib dan dia baik. Dia akan melindungi kita dan dapat membantu kita.” jelas Biru. Senja masih tak percaya, wajahnya masih ragu akan kenyataan yang ia dapati sekarang ini, matanya terbelalak kaget melihat kucing yang tengah ia pegang sekarang dapat berbicara.

“Ayo Senja kita pulang, langit sudah semakin gelap.” ucap Biru sambil bangkit dari tempat duduknya.

“Ayo Biru, ayo Ariel imut kita pulang.” ucap Senja sambil memainkan telinga Ariel.

Merekapun pulang ke rumah masing-masing dan seperti biasa mereka mengucapkan salam perpisahan di tengah perjalanan.

Sesampainya Senja dirumah, ia meletakkan Ariel ke dalam sebuah rumah kecil yang dikhususkan memang untuk kucing. Dahulu ia memiliki sebuah kucing, namun kucingnya mati akibat keteledorannya.

“Ariel, kamu disini dulu ya, aku mau membersihkan tubuh ku terlebih dahulu, setelah itu kita akan bermain bersama.” kata Senja sambil mengelus kepala Ariel dengan halus.

Senja bergegas membersihkan tubuhnya dan kembali menemui kucing kesayangannya itu.

“Ariel, ayo kita bermain, kita bermain tangkap bola, sepertinya menyenangkan.” kata Senja dengan wajah gembira dan senyum yang semringah.

“Baiklah Senja, aku akan bermain denganmu.” kata Ariel sambil berlari mengikuti bola yang dilempar oleh Senja.

Betapa bahagianya mereka berdua. Tertawa, berlari, dan bersenda gurau bersama. Senja lebih suka mengajaknya bermain, beda dengan Biru, Biru hanya memberikannya makanan yang banyak dan
setelah itu dia tidak mengajak nya bermain ataupun meluangkan waktunya untuk Ariel. Biru terlalu sibuk dengan dirinya sendiri, dan egois.

Setelah mereka bermain, Senja merasa kelelahan dan memutuskan untuk beristirahat.

“Ariel, kita istirahat yuk, aku sudah capek bermain terus.” ujar Senja.

“Baiklah Senja.” kata Ariel.

Kemudian Senja menggendong Ariel dan membawanya ke rumah kucing.

“Tidur yang nyenyak ya Ariel, besok kita main lagi ya, selamat malam.” kata senja dengan manis. Lalu, Senjapun pergi meninggalkan Ariel dan bergegas untuk tidur.

Ariel merasa aneh dengan Senja, mengapa ia tidak memberinya makan. Apa mungkin dia lupa memberikannya makan? atau dia belum menyediakan makanan untuk kucing.

Akhirnya Arielpun menghampiri Senja ke kamar. Namun dia mendengar suara tangisan dari dalam kamar Senja. Diapun melihatnya dari balik pintu kamar Senja yang terbuka sedikit. Ariel kaget, rupanya suara tangis itu berasal dari suara Senja. Dia melihat Senja yang terbaring ditempat tidur sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dalam tangisnya ia juga berbicara sendiri.

“Kenapa aku harus selalu mengikuti ucapan dia, kenapa aku terus terusan tidak berani untuk menegur dia, aku selalu harus mendengarkan apa perintah dia, kenapa aku tidak berani menolaknya, padahal aku juga ingin ucapan ku didengar olehnya.” kata Senja dengan suara yang parau. Ariel yang mendengar ucapan Senja tadi, bergegas menghampiri Senja.

“Senja, ada apa denganmu? kenapa kau menangis?” tanya Ariel sambil mengadahkan wajahnya ke hadapan wajah Senja.

“Eh, Ariel ada apa, enggak, aku tidak apa-apa, hanya saja aku selalu sering menyalahkan diriku sendiri untuk mengeluarkan semua isi hatiku, aku tidak berani mengungkapkannya ke semua orang, terlebih lagi Biru. Aku takut dia merasa sakit hati karena ucapanku.” ungkap Senja kepada Ariel.

“Baiklah Senja, besok kita harus temui Biru, kita harus selesaikan masalah ini secara bersama sama.” ucap Ariel.

“Baiklah Ariel, sekarang pergilah ke rumah kecil mu ya, aku ingin beristirahat, terima kasih atas saran yang kau berikan kepadaku Ariel.” ucap Senja sambil mengelus badan Ariel.

Arielpun meninggalkan Senja yang masih berlarut dalam kesedihan.


Dipagi yang sangat cerah, cahaya mentari yang sangat hangat sekali menyapa dengan ramah ke permukaan negeri dogeng tersebut. Dipagi itu juga, Senja dan Ariel berjalan menuju ke rumah Biru untuk memberikan kembali Ariel kepada Biru.

Namun, hari itu Senja tampak aneh dengan wajahnya, wajahnya agak pucat dan matanya sembab. Mungkin karena ia terus terusan menangis semalaman.

”Biruuuu, selamat pagi, apakah kamu ada didalam?” teriak Senja yang menunggu didepan rumah Biru.

“Iyaaaa, sebentarrrr.” teriak Biru dari dalam rumah. setelah itu Birupun membuka pintu rumahnya dan melihat Senja sedang menggendong kucing kesayangannya tersebut.

“Hai Senja, selamat pagi, hello Ariel imutku, apa kabar.” kata Biru sambil mengambil Ariel dari pelukan Senja. Setelah itu ia membawa Ariel dan mengajak Senja untuk masuk kedalam rumahnya.

“Ariel, makanlah ini, makanan ini sangat banyak dan lezat, aku harap kamu harus menghabiskannya semua, jangan sampai ada yang tersisa ya Ariel.” ucap Biru.

Setelah itu, Biru bergegas menghampiri senja diruang tamu, dia mengajak sahabatnya tadi bermain bersama seperti biasanya. Namun kali ini Senja seperti orang yang sedang sakit, tidak seceria hari-hari biasanya.

“Senja, hei ada apa dengan dirimu?” tanya Biru sambil menepuk pundak Senja.
“Tidak, aku tidak kenapa-kenapa.” jawab Senja bohong.

“Ayo kita bermain, ke mana kali ini kita akan bermain ya Senja?” ajak Biru

“Hmmm, bagaimana kalau kita ke kebun bunga, kita mencari bunga matahari kesukaan ku Biru” jawab Senja dengan senyum manisnya.

“Bunga matahari katamu, bunga itu tidak seindah bunga Daisy Senja, lebih baik kita memetik bunga Daisy sebanyak-banyaknya, pasti tampak indah kebun bunga dirumah kita nanti.” ucap Biru.

“Biru, bukankah kita sudah sering memetik bunga kesukaanmu? AAku ingin kita sama-sama memetik bunga kesukaan ku juga biru, bolehkan?” tanya Senja dengan wajah yang begitu sendu.

“Senja, kenapa kamu menolak ku kali ini, kenapa kamu tidak mau menuruti ku kali ini, apakah kamu tak ingin mendengarkan perkataan sahabat mu ini lagi? ketus Biru dengan nada sedikit tinggi.

“maaf Biru, maafkan aku.” ucap Senja sambil menangis

Ariel yang mendengarkan perbincangan mereka merasa kasihan terhadap Senja yang terus terusan menyimpan perasaannya itu. Lalu, Ariel pun menghampiri mereka berdua.

Ilustrator: Sayyid Jamalul Adil


“Biru, kenapa kamu begitu dengan Senja? bukankah kamu itu terlalu egois? kenapa kamu terus terusan menyuruh Senja mengikuti perkataan mu saja, tanpa kamu dengarkan pendapat dari dia terlebih dahulu. Dan kamu Senja, kenapa kamu terlalu bungkam untuk bersuara, kenapa kamu harus selalu diam tanpa menegur sahabatmu, seharusnya kamu harus bisa menyadarkan Biru yang terus-terusan membesarkan egonya.” jelas Ariel kepada mereka berdua.

Mereka berdua pun baru tersadar akan apa yang telah disampaikan oleh Ariel barusan.

Biru baru menyadari bahwa selama ini dia selalu membesarkan egonya dan hanya ingin ucapannya saja yang harus didengarkan tanpa mendengarkan ucapan dari orang lain Senja juga menyadari, kenapa dia tidak menegur biru sahabatnya itu, kenapa dia harus takut untuk memperbaiki sifat buruknya Biru tersebut, Senja terlalu takut untuk membuka suara dan mengeluarkan isi hatinya.

“Senja, maafin aku ya selama ini, aku tidak menyadari bahwa egois ku membuat mu terluka dan aku sangat kejam kepadamu.” ucap biru sambil menahan tangisannya.

“Biru, aku juga minta maaf kepadamu, aku tidak berani menegurmu dan memberitahumu akan hal-hal yang baik, aku juga salah Biru.” kata Senja yang tangisannya semakin membesar dan tak tertahankan.

Akhirnya mereka saling berjabat tangan dan berpelukan. Karena, mereka sudah saling menemukan sifat yang selama ini belum pernah mereka sadari dan temukan satu sama lain. Mereka sudah bersahabat sangat lama, tetapi karena mereka sangat jarang sekali berbagi keluh kesah, tidak berani mengungkapkannya secara langsung dan mereka tidak pernah menceritakan bagaimana perasaan hati mereka satu sama lain, alhasil mereka jadi lebih susah untuk menemukan sifat asli mereka. Pada hari itu mereka berdua tersadar.

Dan Ariel pun berhasil membuat Senja dan Biru saling memahami satu sama lain. Ini menjadi sebuah pelajaran bagi mereka untuk saling menghargai dan juga kita harus berani menegur sahabat kita jika sahabat kita memiliki kesalahan, agar dia tidak berlarut-larut dalam kesalahannya tersebut.

Penulis: Anzelia Anggrahini

Ilustrator: Moula Harisa & Sayyid Jamalul Adil

Editor: Saadatul Abadiah