Boyhaqi, Sosok Inspiratif CRU Sampoiniet

Sumberpost.com | Banda Aceh – Menelusuri wilayah barat Aceh, di pertengahan Kabupaten Aceh Jaya, kita akan disuguhkan oleh lembaga konservasi alam, yakni Conservation Response Unit (CRU) di desa Ie Jeurengeh, Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya.

Keberadaan CRU diperbatasan hutan, menjadi salah satu bukti garis kepedulian manusia terhadap sesama. Bukan hanya sesama manusia, namun juga rasa peduli dan cinta dalam menjaga alam dan satwa.

Tidak hanya memiliki manfaat yang besar bagi alam, CRU sebagai inovasi program perlindungan dan pengamanan hutan berbasis masyarakat menjadi wadah untuk mengedukasi warga sekitar tentang indahnya menjaga alam.

Keberadaan CRU ini telah berhasil membangun rasa cinta masyarakat kepada alam dan lingkungannya. Salah satunya adalah seorang mantan loger si penebang liar yang kini menjadi seorang ranger (pecinta alam).

Boyhaqi, begitulah pria 55 tahun ini disapa. Ia merupakan masyarakat asli Sampoiniet dan telah mengabdi di CRU selama 8 tahun, berawal sejak 2014.

Ranger adalah sebuah posisi dimana dia bertugas untuk mengawasi hutan. Ranger di CRU Sampoiniet ini menelusuri kedalam polosok hutan untuk mendata kasus-kasus yang ditemukan menyangkut alam dan satwa liar.

Boyhaqi memulai profesinya sebagai ranger, berawal dari ajakan seorang temannya untuk mengikuti pelatihan di Saree, Aceh Besar. CRU Sampoiniet saat itu diketuai oleh Fahmi yang merupakan bagian dari FFI (Flora Fauna Indonesia).

Selama pelatihan Boyhaqi dan rekan lainnya diedukasi terkait pentingnya menjaga alam dan seisinya, mereka juga ditegaskan akan dampak yang akan terjadi jika alam dirusak.

Perkara konflik satwa dan masyarakat mengakibatkan hilangnya tempat tinggal satwa liar, kerusakan ekosistem yang mulanya sedikit menjadi menyeluruh, hilangnya keragaman hayati yang merupakan masa depan umat manusia, dan berbagai dampak lainnya.

Selama menekuni profesinya sebagai ranger Boyhaqi menemukan banyak fakta. Salah satunya hampir setiap melakukan pengawasan dia menemukan banyaknya masyarakat yang melakukan penebangan liar.

Ketika mendapati kejadian-kejadian serupa, CRU tidak menindak lebih lanjut mengenai persoalan tersebut, melainkan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga alam dan dampak yang kelak terjadi, proses edukasi ini dilakukan langsung oleh staff CRU.

“Kita tidak bisa menindak, namun kita memberi saran pelan-pelan, untuk apa alam, untuk apa kayu dan fungsinya, dampak yang terjadi bukan sekarang, tapi kita lihat lima tahun kedepan,” ungkap Boyhaqi, Minggu (30/10/2022).

Selain mendata dan mengedukasi para penebang liar, Boyhaqi juga tidak jarang menemukan satwa liar seperti harimau sumatra, serigala, beruang, tringgiling, dan berbagai jenis burung.

Bisa menepati profesi sebagai ranger tentunya bukan hal yang mudah bagi Boyhaqi, namun pengalamannya yang ingin berubah dari seorang loger menjadi seorang ranger seharusnya patut diapresiasi. Walaupun begitu melestarikan alam tentunya bukan hanya sebatas tugas ranger saja, namun masyarakat seperti kita memiliki posisi yang sama dalam hal pelestarian alam. []

Reporter: Uly Rahmati

Editor: Nurul Hidayah