Mengintip Konservasi Gajah di CRU Sampoiniet

Sumberpost.com | Banda Aceh – Memerlukan kurang lebih empat jam waktu untuk tiba di Aceh Jaya. Kali ini Sumberpost.com bersama Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pers Detak Universitas Syiah Kuala (USK) dalam rangka pelaksanaan National Journalist Camp (NJC) akan mengunjungi daerah konservasi satwa di Conservation Response Unit (CRU) Sampoiniet, desa Ie Jeureungeh, Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya.

CRU Sampoiniet merupakan salah satu lokasi pusat konservasi gajah di Aceh Jaya, yang didirikan sejak tahun 2009. Pusat konservasi ini di bangun dengan tujuan untuk melestarikan gajah serta mengurangi konflik antara gajah dengan manusia. Karena semakin tingginya konflik antara gajah dan manusia, maka akan berakibat pada populasi gajah yang semakin menurun.

Lahan yang seluas 2 hektar ini dibangun sebagai tempat inovasi program perlindungan dan pengamatan hutan yang berbasis masyarakat, agar masyarakat lebih peduli terhadap satwa sekitar. Selain itu CRU juga merupakan tool utama mitigasi konflik satwa liar dan manusia. Satwa liar yang terdapat di Aceh Jaya diantaranya harimau, beruang, gajah, trienggiling, serigala dan berbagai jenis burung.

Boyhaqi yang merupakan mantan longer atau dikenal dengan penebang pohon secara liar yang kini menjadi ranger gajah di CRU. Perubahan profesinya didasari keinginan untuk melindungi satwa yang ada di CRU agar kelak generasi penerus tidak merasakan akibat dari penebangan pohon secara ilegal.

“Aku ingat anak cucu, habis kita tebang kayu menyebabkan banjir, longsor dan bencana lainnya,” tutur Boyhaqi, Minggu (30/10/2022).

Meskipun selama tiga tahun pertama Boyhaqi tidak menerima upah dari pekerjaan yang ditekuninya itu, namun hal demikian tidak mengurung niatnya agar tetap melindungi satwa yang ada di CRU Sampoiniet dengan ikhlas.

“Tiga tahun pertama kami tidak mendapat gaji sama sekali di sini, dan untuk mencari penghasilan tambahan kami harus mencari pekerjaan sampingan lagi,” jelasnya.

Boyhaqi juga mengatakan, gajah-gajah yang berada CRU Sampoiniet kerap menjalankan
pemeriksaan yang dilakukan per tiga bulanan sekali oleh dokter hewan daerah setempat.

“Mereka diperiksa setiap tiga bulan sekali, diberikan obat cacing dan diperiksa kesehatannya,” lanjut Boyhaqi.

Di sisi lain Pimpinan CRU Sampoiniet, Samsul Rizal, memberikan informasi mengenai salah satu satwa yang bisa di jumpai di CRU Sampoiniet. Tak hanya itu Samsul Rizal juga mengajari para peserta untuk bisa berbaur dengan gajah.

“Saat berdekatan dengan gajah, hindari berdiri di depan belalai dan di samping kaki belakang gajah. Karena nanti bisa ditendang secara tidak sengaja oleh gajahnya,” ungkap Samsul.

Jika berkunjung ke CRU Sampoiniet kita akan menjumpai tiga gajah jinak yang dilestarikan di sana. Dan ketiga-tiganya memiliki sapaan tersendiri. Dimulai dari yang tertua bernama Isabella si betina yang diperkirakan berusia 38 tahun. Kemudian Azis gajah jantan yang berusia sekitar 33 tahun. Johana gajah betina yang paling muda berusia 24 tahun.

Setelah mendapatkan materi tentang gajah hingga bagaimana cara berinteraksi dengan gajah. Para peserta terlihat sangat antusias untuk mempraktekkannya langsung pada ketiga satwa yang terdapat di CRU Sampoiniet tersebut.

Agar bisa menikmati momen-momen sedemikian lebih lama, sudah patutnya menyadarkan masyarakat akan pentingnya perlindungan alam beserta satwa yang ada di dalamnya. []

Reporter: Raudhatul Jannah

Editor: Nurul Hidayah