Semangat Perempuan Penjual Buah Pinggir Jalan, Sehari Bisa Bawa Pulang RP 300 Ribu

Sumberpost.com| Banda Aceh – Cuaca sore yang agak redup, disertai rintik hujan yang mulai mengguyur wilayah Darussalam, membuat ruas jalan sekitar juga ikut basah.

Bahkan jalanan yang biasanya diselingi dengan suara bising kereta para pelajar, juga ikut senyap sore itu. Usainya ujian akhir perguruan tinggi, menjadi alasan sepinya kota pelajar kala itu, karena mayoritas mahasiswanya yang sudah kembali ke kampung halamannya masing-masing.

Walaupun demikian, jajaran makanan serta minuman dipinggiran jalan Darussalam yang dijual para pedagang kaki lima tentunya tidak akan pernah sepi pembelinya.

Berjarak beberapa meter dari gapura Kopelma Darussalam, tepatnya di atas trotoar di pinggiran jalan, akan terlihat para pedagang buah. Ini merupakan ciri khas yang akan kita temui di kota pelajar, Darussalam. Bedanya mereka yang berjualan disini mayoritasnya para wanita.

Perlahan saya mulai mendekati area trotoar, dari kejauhan wanita itu terlihat sangat murung ditambah raut wajah yang sedikit muram. Jika dilihat lebih lama saya paham, jelas dia kelelahan seperti banyak pikulan yang dia pikirkan.

Wanita dengan kaos abu-abu serta kerudung kuning yang menutupi kepalanya, terlihat sibuk menoleh ke dua arah yang berlawanan, yakni kanan dan kiri, sembari menunggu para pembeli menyapanya.

Ebityani, wanita 43 tahun itu kerap dipanggil dengan sapaan umi Aqsa, adalah salah satu penjual buah di pinggiran jalan Darussalam. Hampir 7 tahun dia menekuni profesinya sebagai penjual buah pinggir jalan. Ia selalu memulai rutinitasnya dari pukul sembilan pagi. Meskipun cuaca yang tidak bisa diprediksi, hal itu tidak membuat semangatnya melemah sama sekali.

Semangat berjualannya yang sangat diacungi jempol itu, membuat siapa saja termotivasi. Bagaimana tidak? Seorang wanita yang terbilang tidak muda lagi ini sangat bersemangat berjualan layaknya anak remaja belasan tahun. Memang benar jika dilihat sekilas ia hanya sebatas penjual buah pinggir jalan, tetapi menurut saya ia lebih memotivasi orang-orang agar lebih besyukur.

Ebityani mengakui, alasan ia berjualan buah di pinggir jalanan itu dikarenakan dia adalah salah satu harapan dari keluarga kecilnya. Pengahasilan perhari yang ia dapatkan kadang tak mencukupi kebutuhan yang ia perlukan.

“Kadang sehari paling banyak itu ya sampai Rp 300.000, sekurang-kurangnya ya dibawah dari itulah,” ujarnya lirih dengan senyuman yang sedikit terpaksa untuk menutupi kesedihannya, Sabtu (3/6/2023).

Sangat sedih baginya yang hanya memilki profesi tetap sebagai penjual buah pinggir jalan, namun apalah daya, pekerjaan yang sudah dia pilih itu sudah menjadi pilihan hidupnya demi mengais pundi-pundi rupiah untuk membahagiakan keluarga kecilnya.

Ebityani yang menjadi tulang punggung keluarga kecilnya, tak pernah mengeluh bahkan dia tetap giat untuk terus mencari uang. Meskipun biaya yang kini tengah dia kumpulkan bukan dalam jumlah yang sedikit.

Bukan hanya untuk kebutuhan makan, alat-alat rumah tangga ataupun kebutuhan primer lainnya. Namun hasil dari berjualan buah yang ia kumpulkan juga digunakan untuk membiayai sekolah putra semata wayangnya yang kini berada di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di salah satu pesantren Banda Aceh.

Tak sampai disitu, dia juga membiayai pengobatan suaminya yang kini tengah sakit kardiomegali (pembangkakan pada jantung), sehingga tak sedikit uang yang dikeluarkan untuk perawatan suaminya di rumah sakit.

“Makanya saya lah yang bekerja, suami saya tidak bekerja. Cuma, saya tidak merasa terbebani kalau itu untuk keluarga,” ucapnya dengan mata yang sedikit berkaca kaca.

Perasaan pasrah dan juga lelah pasti ada didalam dirinya, namun itu tak menjadi hambatan baginya untuk terus bekerja. Walaupun ia membanting tulang dengan duduk dipinggir jalan dari pagi hingga menjelang magrib, baginya itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang di pinggir jalan. []

Reporter: Anzelia Anggrahini

Editot: Julia Makhrami